AGAMA DAN MASYARAKAT
AGAMA
DAN MASYARAKAT
1.
Fungsi
Agama
1.1.
Fungsi
Agama dalam Masyarakat dan meyebutkan dimensi komitmen agama
Fungsi
Agama dalam Masyarakat
Terdapat tiga aspek penting
yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Fungsi agama dalam
pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral,
maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi sanksi sakral. Dalam setiap
masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran
dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi. [1].
Fungsi agama di bidang
sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama,
baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. [1].
Fungsi agama sebagai
sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa,
memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan)
aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan
kepribadiannya. [1].
Dimensi komitmen agama
Fungsionalisme agama
dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama., Menurut Roland Robertson (1984),
dimensi komitmen agama diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.
a.
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan
atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis
tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b.
Praktek agama mencakup
perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan
komitmen agama secara nyata.
c.
Dimensi pengalaman memperhitungkan
fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang
benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung
dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat,
dengan suatu perantara yang supernatural.
d.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan
perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi
tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.
Dimensi konsekuensi dari komitmen
religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra
pribadinya
2.
Pelembagaan
Agaman
2.1.
Tiga
(3) type kaitan agama dengan Masyarakat
Kaitan agama dengan
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan
sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954): [1]
Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini
kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut agama yang sama.
Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan
adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya
:
§ Agama
memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra
mutlak.
·
Dalam keadaan lain selain keluarga
relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian
dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat
praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi darpada tipe
pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap
mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan yang
sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.
Masyarakat-
masyarakat industri sekular
Masyarakat industri
bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit [2]
2.2.
Menjelaskan
tentang Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama
adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu
kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi
agamanya [2]
Islam
: MUI
MUI atau Majelis Ulama
Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan
cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum
muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7
Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta,
Indonesia.
Kristen
a.
Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di
Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari
kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai
Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan
pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b.
Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja
Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan
para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam
tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah
otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak
mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota
KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah
pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada
2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di
Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2
uskup).
Hindu
: Persada
Parisada Hindu Dharma
Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
Budha
: MBI
Majelis Buddhayana
Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh
Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di
Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah,
dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh
Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
Konghucu
: Matakin
Majelis Tinggi Agama
Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur
perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun
1955.
Keberadaan umat
beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau
Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini.
Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama
Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu
itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara.
3.
Agama,
Konflik dan Masyarakat
3.1.
Contoh
dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat
a. Konflik Poso
Dalam laporan Pemda
Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa kerusuhan Poso
diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum
pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menjadi isu SARA,
sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan mengakibatkan
timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut menjadi isu
SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dan
direkayasa sedemikian rupa menjadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu
persoalan yang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah
kriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari laporan
jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama
berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000,sedangkan
kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa kerusuhan Poso
menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Poso dimulai dari
kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan
puasa) karena pertikaian dua pemuda yaang berbeda agama. Pertikaian itu terus
berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang
anarkis.Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama
(masing-masing perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang
berlanjut ke pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak
terlibat.
b. Bentrok di kampus Sekolah Tinggi
Theologi Injil Arastamar
Adanya bentrok di
kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat
setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat
terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah
diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman
provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan
bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan
kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
c. Konflik Palestina dengan Israel
Konflik antara
Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu
tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan
Palestina yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari
pembagian wilayah adalah 54% dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan
sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila ditinjau dari segi jumlah penduduk
yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase masyarakat Israel yakni bangsa
Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada. Hal inilah yang
menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan
di tanah mereka sendiri. Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang
telah dilakukan itu tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih
luas. Sejak itulah terror yang meluas terhadap rakyat Palestina. berlangsung.
Pada tanggal 9 April 1948 dilancarkan pembantaian massal, serangan yang
dilakukan milisi Irqun dan sebanyak 259 penduduk tewas. Selanjutnya pada
tanggal 14 Mei 1948 bangsa Yahudi
mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara Israel. Tanah yang menjadi
sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari Inggris setelah perang dunia
I. bangsa Yahudi menginginkan negrinya berdiri sendiri diatas tanah tersebut
sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa Palestina. Populasi bangsa
Yahudi saat itu hanya 56.000 sedangkan Palestina mencapai satu juta.
Sengketa ini terus
berjalan seiring dengan tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel. Tentara
Israel melakukan penyerangan salah
satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat , Palestina. Israel mengawali
blokade di Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Tentara Israel
memburu warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi seperti
itu membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi respon
dunia khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat dikatakan tidak
ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung Palestina. Di kota
itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel otoritas Palestina di
bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan layaknya sebuah
negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota definitive Palestina yaitu Yerussalem
terwujud.Selain mengepung dan menyerang kota Ramallah pasukan Israel juga
melakukan serangan kilat ke Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga
hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi Barat secara
de facto berada dalam kontrol Israel.
Rakyat Palestina yang
merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama ratusan tahun tidak tinggal
diam saja. Mereka terus melancarkan perang terhadap Israel sehingga muncullah
perang yang terjadi antara tahun 1948, 1967 dan tahun 1971. Perjuangan rakyat Palestina untuk merebut
kembali wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO. September tahun
1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp
pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya dalam waktu
1 jam. Palestina sendiri akhirnya membentuk milisi yang dikenal dengan
Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987. Israel
sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada perjanjian
Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina yang akan
memberikan kesempatan kemerrdekan bagi bangsa Palestina telah dilanggar pada
tahun 1998. Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan berdirinya
Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem Timur ternyata
mengalami kegagalan karena perjanjian tersebut dianggar oleh Israel.Sebaliknya
dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas kuatnya kontrol Israel atas
daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kebijakan apartheid yang membedakan waran dan
bersifat sangat diskriminatif diterapkan. Israel sendiri telah menguasai
perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya alamnya, dengan
ditopang dengan kekuatan militer yang berfungsi untuk terus mengawasi rakyat
Palestina. Perlawanan Intifada bergolak pada akhir September 2001 setelah
terjadiya bentrokan antara Palestina dan Israel dipicu oleh kedatangan Ariel
Sharon yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian di kamp pengungsian
Sabra dan Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam Mesjid Al
Aqsa.Sampai saat ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus
berlanjut sementara berulang kali telah dilakukan perjanjian-perjanjian
perdamaian antara kedua belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan
diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Contoh yang faktual
lain berkisar pada awal tahun 1985. Orang-orang Papua Nigini sebagai tetangga
terdekat Republik Indonesia di ujung Timur, pernah berprasangka bahwa warga
negara Indonesia yang melintasi tapal batas Indonesia-Papua Nugini,
diorganisasi oleh orang-orang Indonesia, dengan tujuan lebih jauh untuk
ekspansi? Fakta dilapangan memang meyakinkan bahwa terdapat ribuan orang dari
Provinsi Irian Jaya masuk ke wilayah teritorial Republik Papua Nugini. Oleh
sebab itulah orang-orang Papua Nugini boleh jadi dan cukup beralasan untuk
berprasangka yang bukan-bukan. Bahkan bisa jadi ribuan pelintas batas dari
Provinsi Irian Jaya itu ditafsirkan sebagai awal dari gerakan ekspansi Republik
Indonesia ke wilayah teritorial Republik Papua Nugini, karena mereka telah
termakan issu ekspansi Indonesia.
STUDI KASUS
Kerusuhan baru Tolikara, Papua,
ibarat 'perang adat'
Kerusuhan
Tolikara Idul Fitri lalu belum hilang dari ingatan, terjadi lagi kekerasan
terbaru.
Berbeda
dengan kekerasan bermotif agama pada Idul Fitri lalu, ini adalah 'perang adat'
yang berlangsung lebih dari sepekan, dan mestinya bisa dicegah, kata pengamat.
Sedikitnya
dua orang tewas, 17 luka berat, dan 15 lainnya luka ringan sementara tak kurang
dari 95 rumah hangus dibakar, sejumlah lahan pertanian rusak, dan hewan ternak
dijarah.
Banyak
hal masih simpang siur, namun kerusuhan dilaporkan terkait sengketa pembagian
dana desa antara warga distrik Gika dan distrik Panaga, yang masing-masing
terdiri dari 10 desa.
Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tolikara menggambarkan kerusuhan itu
sebagai 'perang adat'.
Pengamat
Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth menyebut, persoalan kecil seperti ini di
Papua sering bisa meledak dan berlarut-larut, karena akar masalahnya sering
tidak dituntaskan, dan malah sering ada rekayasa.
Kepala
BPBD Tolikara Feri Kogowa, menyebut, kerusuhan berlangsung begitu lama karena
lokasinya sulit dijangkau aparat. Sekarang, katanya, aparat Pemda Tolikara dan
kepolisian sudah berada di lokasi untuk menengahi, namun suasana masih panas.
Sebelum
itu, katanya, berlangsung apa yang digambarkannya sebagai 'perang adat'.
"Warga
kedua distrik, bersenjatakan tombak, parang, dan terutama anak panah, saling
menyerang. Kedua belah pihak siaga 24 jam. Masing-masing mungkin berkekuatan
setidaknya 500 orang."
"Banyak
warga biasa juga mengungsi ke distrik-distrik tetangga. Mungkin lebih dari 3000
orang," kata Feri Kogowa.
Simpang siur
Pangdam
XVII Cendrawasih, Hinsa Siburian, membenarkan bahwa kerusuhan bermula dari
pembagian dana desa. Namun disebutkannya kepada BBC, kerusuhan hanya
berlangsung beberapa hari. Dan pihaknya tidak mengerahkan pasukan.
"Tidak
ada permintaan pengerahan, tapi di sana kan sudah ada Babinsa, yang membantu
aparat lain, untuk melakukan mediasi," kata Hinsa Siburian.
Menurut
pengamat masalah Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Papua
sering sekali terjadi peristiwa yang persoalannya simpang siur.
"Karenanya
harus dicek betul akar masalahnya apa," kata Adriana.
"Persoalan
sering berlarut-larut, karena akar masalahnya tidak dituntaskan. Dan apa saja
bisa jadi pemicu kerusuhan yang lebih besar dan berlarut-larut, karena akar
masalah dari suatu persoalan tidak benar-benar diselesaikan," tambahnya.
Disebutkan
Adriana, aparat dan pemerintah setempat harus sangat tanggap soal ini.
"Begitu
ada persoalan, harus diselesaikan oleh pemerintah setempat, atau dewan adatnya.
Sehingga tak akan jadi pemicu kalau ada masalah."
Apakah
dengan itu berarti, pemerintah setempat dan aparat selama ini kurang efisien,
sehingga tidak begitu tanggap dalam menyelesaikan akar persoalan ketika terjadi
konflik?
"Ini
memang yang belum dievaluasi sejak ada otonomi khusus," jawab Adriana.
Ditegaskan
Adriana pemerintah setempat harus berani mengambil peran secara optimal untuk
segala yang menjadi otoritas mereka.
Ia
menandaskan pula, Papua memunculkan tantangan tersendiri terkait luasnya
wilayah, kondisi dan kekayaan alamnya, kompleksitas masyarakatnya.
Ia
memperingatkan, terkadang konflik di Papua 'dibiarkan atau bahkan direkayasa'.
[3]
Daftar Pustaka
[1] Harwantiyoko,
Neltje F. Katuuk, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Gunadarma, Jakarta, 1997.
Komentar
Posting Komentar