MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN


MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1.                       Masyaraka Perkotaan, Aspek-aspek Positif dan negatif
1.1.                 Menjelaskan Pengertian Masyrakat    
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut. [1].
1.2.                 Syarat-syarat Menjadi Masyarakat    
Masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut [1]:
·                    Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang:
·                    Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;
·                    Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

1.3.                 Pengertian Masyarakat Kota dan ciri-cirinya
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung padaorang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
5. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
6. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.[3]
1.4.                 Menyebutkan 2 tipe masyarakat
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam: [1]
1.                  Masyarakat paksaan, misalnya : negara, masyarakat tawanan dan lain lain.
2.                  Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam
a)              Masyarakat natur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (horde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
b)             Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya: koperasi, kongsi perekonomian dan sebagainya.
1.5.                 Perbedaan antara Desa dan Kota    
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. [3]
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
1).Perilaku homogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
3).Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
4).Isolasi sosial, sehingga statik
5).Kesatuan dan keutuhan kultural
6).Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7). Kolektivisme
Masyarakat Kota:
1). Perilaku heterogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan 3).Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4).Mobilitassosial,sehingga dinamik
5).Kebauran dan diversifikasi kultural
6).Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular
 7).Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.

2.                       Hubungan Desa dan Kota   
2.1.                 Menjelaskan Hubungan Desa dan Kota   
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.

Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti:
                         i.              Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
                       ii.              Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
                     iii.              Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
                     iv.              ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak danorang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ). [3]

3.                       Aspek Positif dan Negatif   
3.1.                 Menjelaskan tentang aspek positif dan aspek negatif
a.              Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.             Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.              Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.             Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.              Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
[3]
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a.              Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.             Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c.              Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.             Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e.              Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 )..

3.2.                 Menyebutkan 5 unsur lingkungan perkotaan
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, mengandung 5 unsur yang meliputi : [1]
a)                  Wisma
b)                 Karya
c)                  Marga
d)                 Suka
e)                  Penyempurnaaan

3.3.                 Fungsi External Kota
Kota mempunyai juga peran/fungsi esternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling pengaruh-mempengaruhi

4.                       Masyarakat Pedesaan
4.1.                 Pengertian Desa
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.

Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. [2]

4.2.                 CIRI-CIRI : UNSUR UNSUR DAN FUNGSI DARI DESA
Ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a)             Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya;
b)             Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau paguyuban).
c)             Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
d)            Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.

4.3.                 MACAM-MACAM PEKERJAAN GOTONG ROYONG

a.              Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
b.             Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

4.4.                 SIFAT, HAKIKAT DAN GEJALA GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan Ielah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan.

4.5.                 SISTEM BUDAYA PETANI INDONESIA

Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a.              Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b.             Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadangkadang untuk mencapai kedudukannya.
c.              Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
d.             Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e.              Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotongroyong,mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.

5.                       Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
5.1.                 Menyebutkan Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. [2]
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.

Ciri ciri tersebut antara lain :
·         jumlah dan kepadatan penduduk
·         lingkungan hidup
·         mata pencaharian
·         corak kehidupan sosial
·         stratifiksi sosial
·         mobilitas sosial
·         pola interaksi sosial
·         solidaritas sosial
·         kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional



STUDY KASUS
Pertanian Kian Meninggalkan Petani Kecil Kompas.com - 04/08/2010, 03:30 WIB HERMAS E PRABOWO Harian Kompas bersama aliansi NGO yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Pangan Nusantara dan Lead Associate Cohort 14 menyelenggarakan diskusi bertema ”Masa Depan Petani dan Pertanian Indonesia” pada 13 Juli 2010 dengan studi kasus Kabupaten Merauke, Papua. Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Arya Hadi Dharmawan (ahli ekologi politik dan sosiologi pedesaan Institut Pertanian Bogor), Witoro (MPPN), Joseph Rinto (Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke), dan P Dicky H Joseph Ogi (Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke) dengan moderator Indro Surono dari Cohort 14. Berikut hasil dari diskusi tersebut. Peta politik global terkait isu pemenuhan pangan, pakan, dan energi makin menunjukkan wajah aslinya. Pengembangan pangan secara luas dengan melibatkan korporasi dianggap sebagai solusi. Indonesia juga mengikuti langkah itu dengan merintis pengembangan pertanian pangan dan energi skala luas dan terintegrasi di Merauke, Papua (MIFEE). Pengembangan usaha skala mikro atau dalam bentuk uji coba oleh para investor dilakukan sejak tahun 2008 antara lain oleh Medco Group, PT Bangun Tjipta Sarana, dan Grup Artha Graha. Ada 24 perusahaan yang tertarik menanamkan modal dalam pengembangan pertanian pangan dan energi di Merauke. Bidang investasi yang dipilih adalah perkebunan (tebu dan sawit), tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, sorgum), serta peternakan. Data Pemerintah Kabupaten Merauke menunjukkan, luas lahan untuk investasi 2,823 juta hektar. Lahan yang berizin lokasi 670.659 hektar. Dengan MIFEE, Merauke dijadikan basis produksi pangan nasional di Indonesia bagian timur. Joseph menyatakan, di sana akan dibangun industri pertanian terintegrasi dan dikembangkan pertanian modern. Dengan sistem itu, diharapkan harga komoditas pangan dan energi yang dihasilkan bisa menjadi lebih murah sehingga mampu bersaing di pasar global. Di hulu, dibangun industri pembibitan untuk menjamin pasokan bibit kualitas terbaik. Pemerintah akan mengembangkan badan usaha milik daerah atau badan usaha milik petani yang memberikan jaminan pasar dan harga. Infrastruktur jalan dan pelabuhan dibangun. Begitu pula jembatan, irigasi, pabrik pupuk organik, gudang, sarana pascapanen, terminal agropolitan, dan pabrik pengolahan hasil. Pengembangan usaha agribisnis pedesaan, program Kementerian Pertanian, pun hadir. Tahun 2012 direncanakan mulai penanaman lahan pengembangan, pembangunan kawasan industri, pengembangan kawasan ternak, pengembangan perikanan darat, penataan permukiman, dan pembangunan bengkel serta gudang alat produksi pertanian. Bila segalanya berjalan baik, ekspor perdana komoditas pertanian dari Merauke bisa dilakukan tahun 2014. MIFEE juga akan menjadi kawasan agrowisata terpadu. Lantas, di mana peran masyarakat lokal dan petani kecil bila korporasi masuk ke budidaya pertanian? ”Kota pulau” Menurut Arya, tak bisa dimungkiri, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pusing tujuh keliling memenuhi kebutuhan pangan 240 juta orang. Di sisi lain, lahan pertanian menyusut, terutama di sentra produksi pangan di Jawa. Tahun 2040-2050 diperkirakan Jawa akan berubah menjadi seperti Singapura saat ini. Jawa menjadi ”kota pulau” yang seluruh permukaannya disesaki manusia. ”Ini berkah atau bencana,” tanya Arya. Bagi industri jasa barangkali berkah. Namun, bagi pertanian, terutama dalam konteks penyediaan pangan, ini bencana. Pada masa datang, Indonesia tak mungkin menjadikan impor pangan sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah pangan karena negara lain juga menghadapi isu serupa. Lalu, di mana posisi Merauke? Merauke adalah salah satu kawasan potensial untuk produksi pangan. Namun, pengembangan MIFEE yang ”ceroboh” menciptakan masalah serius. Bila Papua dijadikan sebagai solusi, ceritanya bakal tak jauh beda dengan Kalimantan. Laju deforestasi akan tinggi dan krisis ekologi bakal menghadang. Selain krisis ekologi, bencana yang tak kalah mengerikan adalah ancaman krisis identitas kebudayaan. Menyitir pendapat Prof Emil Salim, persoalan yang melanda Papua bukan masalah ekonomi, tapi masalah populasi penduduk di sana, yang sekarang banyak ”berambut lurus”. Tahun 1960 populasi ”rambut lurus” di Papua 3 persen, kini 53 persen. ”Kita boleh berempati dengan mereka. Bagaimana bila tiba-tiba di Indonesia dipenuhi warga bule, apakah kita merasa nyaman?” tanya Emil. Bagi masyarakat Papua, timbul sentimen etnisitas. Kekhawatiran bahwa seiring dengan MIFEE, yang menggunakan teknologi modern, banyak pekerja dari luar Papua akan didatangkan. Tentu ini akan menambah parah krisis identitas kebudayaan warga Merauke. Persoalan lain adalah krisis agraria. Dalam budaya Papua, tanah dikaitkan dengan dimensi adat. Dengan MIFEE, akses masyarakat adat Papua atas lahan akan berkurang sehingga yang terjadi di Papua saat ini adalah ekonomi versus ekologi dan ekonomi versus identitas. ”Kalau pemerintah membawa food estate di Merauke, artinya menghadapkan ekonomi korporasi berteknologi tinggi dengan populisme di sana, bukan hanya petani kecil, tapi juga masyarakat lokal,” kata Arya. Kenyataan ini diperkuat dengan pendapat Emil Salim yang dikutip Arya. Di mana strategi pertumbuhan ekonomi di Indonesia menciptakan ketimpangan yang luar biasa. Ada tujuh provinsi yang mengalami ”kebocoran” setor ke Jawa. Salah satunya Papua. Apakah food estate juga merupakan pengisapan baru ekonomi Papua ke Jawa? Di sisi lain, Witoro mengingatkan adanya kerawanan pangan, yang sebagian besar menimpa petani dan masyarakat pedesaan serta masyarakat perkotaan yang terpinggirkan. Bila selama ini petani mengolah lahan dengan cara seadanya untuk memenuhi pangan mereka, kini mereka dihadapkan pada perusahaan besar yang mengambil alih lahan mereka. Terjadi proses peminggiran petani. Ini akan memicu peningkatan kerawanan pangan. Menurut Joseph, masalah kemiskinan dan kerawanan pangan petani sebenarnya soal skala usaha. Syarat mutlak peningkatan kesejahteraan petani adalah perluasan skala usaha dan modernisasi pertanian. Petani di Jawa umumnya berlahan sempit sehingga sulit sejahtera. Berbeda dengan Merauke. Lahan pertanian di sana luas, tapi tak tergarap. Dengan MIFEE, pembangunan tercipta, lapangan kerja ada dan menggerakkan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konsepnya, masyarakat di Merauke tak akan jadi penonton. Mereka berkolaborasi menjadi petani plasma. Mereka tak menjual lahan pertanian kepada pihak lain, tetapi menyewakan kepada para pengusaha. Akankah MIFEE mampu menyejahterakan masyarakatnya?

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pertanian Kian Meninggalkan Petani Kecil", [4]

Daftar Pustaka
[1]   Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Gunadarma, Jakarta, 1997.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

Manusia dan Keindahan

PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT